Secara bahasa diambil dari kata سَمَى يَسْمُو سَمْوًا Yaitu dari fi'il bina naqis wawu yang artinya naik, nama, tinggi, dan lainnya menurut ulama Bashrah, sedangkan lawannya
yaitu ulama Kuffah mengambilnya dari kat وَسَمَ
يَسِمُ سِمَةً وَوَسْمًا
Yaitu fi'il bina misal wawu yang artinya tanda, cap, Dari berbagai
pendapat diatas para ulama mengunggulkan pendapat ulama Bashrah karena kalau di
tashgier akan menjadi سُمَيٌّ Sedangkan kalau dijamakkan akan menjadi أَسْمَاءُSedangkan
pendapat ulama kuffah kalau tashggier akan menjadi وُسَيْمٌ sedangkan jamaknya menjadi أَوْسَمٌ. Sedangkan isi enurut istilah ilu nahwu adalah
كَلِمَةٌ
دَلَّتْ عَلَى مَعْنىً فِى نَفْسِهَا وَلَمْ تُقْتَرَنْ بِزَمَانٍ وَضْعاً
Kalimat
yang menunjukan terhadap satu makna dalam datiyyahnya dengan keadaan tidak di
barengi oleh zaman secara wadhanya
Isim
ini biasa digunakan untuk kata benda atau sifati’rabnya contoh seperti زَيْدٌ عَالِمٌ. Dalam definisi diatas diberi qayyid
dengan kata tidak dibarengi oleh zaman itu menandakan bahwa isim itu hanya
hadast artinya peristiwa saja contoh seperti yang diatas lapadz ‘alimun tidak
mempunyai zaman entah kapan, sejak kapan Zaid menjadi seorang yang alim yang
artinya Zaid yang berimu. Didalam ilmu nahwu isim itu beraneka ragam ada isim
dhzahir, isim dhamir, isim isyarah dan yang lainnya. Isim tersebut memiliki ciri adapun ciri
tersebut dalam kitab al-jurumiyyah ada tiga yaitu i’rabnya khafad, tanwin, dan
kemasukan alif elam. Sedangkan Ibnu Malik menambahkannya dengan nida, dan jadi
sebagai musnad ilaih.
بِالجَرِّ وَالتَنْوِيْنِ وَالنِدَا وَأَلْ وَمُسْنَدٍ لِى الإِسْمِ تَمْيِيْزٌ حَصَلَ
Dengan jar, tanwin, nida’, al, dan jadi musnad ilaih sudah hasil
perbedaan bagi isim
Contoh
seperti يَا زَيْدٌ عَمْرٌ قَائِمٌ فِى المَسْجِدِ
Dari
segi hukum i’rabnya isi itu mu’rab tapi ada juga isim yang mabni, memang pada
asalnya hukum I’rabnya isim adalah mu’rab. Untuk penjelasan lebihnya ada di
bagian yang lain.
Fi’il,
Fi’il
menurut bahasa adalah sesuatu yang menunjukan terhadap suatu pekerjaan,
sedangkan menurut istilah ialah
كَلِمَةٌ
دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِى نَفْسِهَا وَاقْتُرِنُتْ بِزَمَانٍ وَضْعًا
Kalimat
yang menunjukan terhadap sebuah makna yang terkandung didalamnya dengan di
barengi oleh zaman secara wadhanya
Jadi fi’il itu ialah kalimat yang memiliki
hadast dan zaman yang mana zaman terdiri dari 3 zaman yaitu zaman madhi, hal
dan istiqbal. Zaman madhi yang terdapat dadlam fi’il madhi dan hal serta
istiqbal untuk fi’il mudhari, amr, dan nahyi contoh fi’il madhi قَدْ قَامَ عَمْرٌ
فِى المَسْجِدِ Zaid terbukti
sudah berdiri dimesjid contoh fi’il mudhari يَضْرِبُ
زَيْدٌ Zaid sedang/akan memukul contoh fii amr dan nahyi لَاتَضْرِبْ أُنْصُرْ,
tolonglah amr, jangan pukul Umar
Sebagaimana
halnya isim, fi’ilpun memiliki beberapa tanda tanda yaitu ta ta nist untuk
fi’il madhi contoh seperti نَصَرَتْ
saufa, sin tanfis dan saufa untuk fi’il mudhari contoh sin tanfis
seperti سَيَفْعَلُ زَيْدٌartinya sebentar lagi
Zaid akan mengerjakannya, contoh saufa seperti lapadz
سَوْفَ يَنْصُرُ زَيْدٌ artinya Zaid akan
menolong namun dalam jangka waktu yang lama/jauh. Dalam kitab alfiyyah
dikatakan
بِتَا فَعَلْتَ وَأَتَتْ وَيَفْعَلِى وَنُوْنِ أَقْبِلَنَّ فِعْلٌ يَنْجَلِى
Dengan
ta yang terdapat dalam wazan fa’alta dan atat dan seperti ya wazan if’aliy dan
nun yang terdapat dalam aqbilanna fi’il itu sudah jelas
Dalam
bait ini disebutkan bahwa tanda fi’il itu ta ta’nist, ya yang terdapat dalam
if’aliy yaitu ya mufrad muannast mukhatab dan nun yang ada lapadz aqbilanna
yaitu nun taukid baik staqilah maupun khafifah
Untuk
hukum I’rabnya pada ashalnya adalah mabni kecuali fi’il mudhari yang tidak
kemaskan dhamir nun jamak muannast.
3. haraf
Haraf
ialah yang selain isiim dan fi’il yang mana haraf akan memilki makna jika di
sandingkan dengan isim atau fi’il. Untuk wadha’ hururfnya ini tidaklah lebih
dari dua sedangkan untuk I’rabnya sendiri hukumnya adalah mabni dan semua haraf
mabni sebagaimana yang terdapat dalam bait al-fiyyah
وَكُلُّ حَرْفٍ مُسْتَحِقٌّ لِلبِنَا وَالأَصْلُ فِى المَبْنِيِّ أَنْ يُسَكَّنَا
Semua haraf itu wajib hukumnya mabni dan asal
I’rab dari mabni adalah sukun
Contoh seperti أُنْصُرِ المُسْلِمَ yang
menjadi contohnya lapadz أُنْصُرْ dibaca أُنْصُرِ I’rabnya sukun tetapi jika dihadapkan pada alif
lam atau hamzah washal maka barisnya di jarkan sebagai tuntutan asal I’rab fi’il
yaitu mabni
EmoticonEmoticon